Wednesday 19 March 2014

BISNIS RITEL


BAB I
PENDAHULUAN
1.     LATAR BELAKANG
Bisnis ritel saat ini mengalami perkembangan yang pesat, khususnya di Indonesia. Hal ini ditandai dngan makin banyak bermunculan bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun bisnis ritel yang baru lahir. Hal ini pun menuntut bisnis ritel untuk mengubah pandangan lama pengelolaan ritel tradisional menjadi pandangan pengelolaan ritel modern.
Perkembangan bisnis ritel di Indonesia dewasa ini sedang berkembang amat pesat. Munculnya ritel-ritel dunia di Indonesia makin menyemarakan keberadaan bisnis ini. Kebutuhan dan keinginan konsumen saat ini mengalami perubahan yang drastis, dimana dalam perkembanganya masyarakat
menginginkan sarana dan kebutuhannya dekat dengan rumah. Hal inilah yang menyebabkan banyak peritel berusaha untuk membuka banyak gerai di banyak lokasi, demi memenuhi kebutuhan konsumennya. Saat ini telah banyak perusahaan ritel yang melayani konsumen dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Berbagai ritel berkembang baik hypermarket, department-store, supermarket, minimarket, grosir, toko, dan sebagainya.
2.     RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1.      Apa kaitan bisnis ritel dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi serta sektor swasta
2.      Seberapa besarkah pengaruh bisnis ritel terhadap pertumbuhan perekonomian nasional ?

3.     TUJUAN

1.      Untuk mengetahui pengaruh bisnis ritel terhadap pertumbuhan perekonomian nasional.
2.      Untuk mengetahui pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi serta sektor swasta.




BAB II
PEMBAHASAN
1.     PENGERTIAN RITEL TRADISIONAL DAN MODERN

Bisnis ritel dapat diklasifikasikan menurut bentuk, ukuran, tingkat modernitasnya, dan lain-lain, sehingga akan ditemukan berbagai jenis bisnis ritel. Namun, pada umumnya pengertian bisnis ritel dipersempit hanya pada in-store retailing, yaitu bisnis ritel yangmenggunakan toko untuk menjual barang dagangannya. Hal ini bisa diamati pada pembahasan pembahasan isu mengenai bisnis ritel, baik di media massa maupun forum-forum diskusi, tanpa disadari terfokus pada bentuk ritel yang secara fisik kasat mata yaitu toko-toko usaha eceran.Regulasi pemerintah mengenai bisnis ritel berada dalam arus pemikiran seperti padaumumnya karena cenderung menggunakan pendekatan yang membatasi bisnis ritel hanya pada in-store retailing Termasuk dalam memberikan batasan mengenai ritel tradisional dan ritel modern. Perpres No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan PasarTradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern memberikan batasan pasar tradisionaldan toko modern dalam pasal 1sebagai berikut:

a.      Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasukkerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yangdimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

b.      Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store,Hyper market ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Batasan Toko Modern inidipertegas di pasal 3, dalam hal luas lantai penjualan sebagai berikut: a) Minimarket,kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi); b) Supermarket, 400 m2 (empat ratusmeter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); c) Hypermarket,diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); d) Department Store, diatas 400 m2 (empatratus meter per segi); e) Perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi).

Batasan pasar tradisional diatas nampak kurang mewakili pengertian ritel tradisional secara utuh. Karena, berbeda dengan batasan toko modern yang terperinci mulai dari bentukyang terkecil (minimarket) hingga yang terbesar (hypermarket), batasan pasar tradisionalhanya menjelaskan adanya tempat yang luas (atau cukup luas) untuk melokalisasi toko, kios,dan petak-petak, sebagai tempat usaha milik para pedagang dan tempat masyarakat membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari.



1.     GAMBARAN MENGENAI MANAJEMEN RITEL
Bisnis ritel merupakan jenis usaha yang paling banyak dijalankan orang. Dari warung rokok pinggir jalan, warung kelontong yang dibuka di teras rumah, mini market, hingga hypermarket merupakan jenis bisnis ritel yang sering kita temukan. Begitu juga dengan para pedagang yang berjualan di pasar-pasar tradisional. Dengan gambaran ini, maka pengertian bisnis ritel adalah adalah usaha yang menyalurkan barang ataupun jasa kepada pengguna akhir.

a.      Fleksibilitas Bisnis

Selain mudah dijalankan, bisnis ritel juga sering dijadikan sebagai bisnis sampingan untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Seperti toko atau warung kelontong yang dibuka di teras rumah bisa dijalankan sambil mengasuh dan mengawasi anak. Apalagi produk atau jasa yang dijual biasanya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga tidak mudah atau cepat rusak. 
Begitu juga dengan modal yang diperlukan, juga bisa disesuaikan dengan skala bisnis ritel yang akan dijalankan. Bila modalnya terbatas, kita dapat membuka bisnis ritel dengan jumlah barang terbatas serta konsumen yang terbatas pula. Namun ketika berkembang, usaha ini pun terbuka peluangnya untuk berkembang menjadi usaha ritel dengan skala menengah. Tingkat fleksibilitas bisnis ritel yang cukup tinggi menjadikannya cukup menarik untuk dijalankan.

b.      Rangkap Bisnis

                  Dalam pengertian bisnis ritel ini, barang yang dijual disalurkan langsung kepada konsumen. Konsumen yang dimaksud dalam pengertian ini adalah diri pribadi, keluarga, maupun rumah tangga. Proses yang terjadi dalam bisnis ritel ini mencakup berbagai kegiatan sehingga transaksi antara pedagang dan pembeli terjadi. Dalam hal ini, terdapat unsur yang mesti ada dalam kegiatan bisnis ritel, yaitu meliputi product (barang atau jasa), price (harga), place (tempat atau lokasi penjualan), dan promotion atau promosi.

                  Hal ini tentu saja berbeda dengan bisnis grosir dimana pengusaha membeli barang dalam jumlah besar, dan menyalurkannya lagi kepada peritel. Bisnis grosir biasanya dijalankan oleh pengecer karena kemampuan modalnya yang cukup besar. Selain itu, juga terdapat mata rantai yang cukup panjang pada penyaluran barang dalam bisnis ritel dan melibatkan banyak pihak didalamnya, seperti distributor dan agen.
                  Dalam mata rantai ini, pedagang perantara atau agen berperan dan mengambil peran atau tugas distributor untuk menyalurkan barang dari produsen. Selanjutnya agen menyalurkannya kepada pengecer atau peritel yang menjalankan bisnis ritel agar menjualnya lagi kepada konsumen akhir. 
Namun dalam prakteknya, mata rantai bisnis tak selalu berjalan seperti itu. Pedagang grosir, ada yang kemudian merangkap dengan membuka bisnis ritel dengan menjual barang atau produk langsung kepada konsumen. Hal ini bisa terjadi karena adanya peluang ataupun keuntungan bisnis yang terbuka.
                  Meskipun bisnis ritel menyediakan berbagai peluang yang cukup menggiurkan, namun bisnis ini tak bisa dijalankan hanya dengan memahami pengertian bisnis ritel. Kemampuan lain yang harus dikuasai adalah manajemen usaha yang kuat, masalah layanan, dan kepekaan bisnis. Apalagi perilaku konsumen dalam bisns ritel tidak mudah ditebak, bahkan sering berubah. Hanya karena perbedaan harga yang sedikit atau kecewa dengan tukang parkir, konsumen bisa dengan mudah berpindah ke toko lain.

                  Saluran Pemasaran dari Ritel
Produk yang telah dihasilkan harus terjual kepada konsumen atau pemakai akhir agar produsen mendapatkan keuntungan finansial. Produsen menyalurkan produknya sampai ke konsumen menggunakan saluran pemasaran. Saluran pemasaran biasanya melibatkan pihak produsen, perantara, dan konsumen akhir atau pemakai industri.

Terdapat banyak macam perantara yang dapat digunakan produsen untuk menyalurkan produknya, salah satunya adalah pengecer (retailer) atau usaha eceran (bisnis ritel) Bisnis ritel atau perdagangan eceran dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran, kepemilikan, operasional, dan sebagainya. Sedangkan saluran pemasaran dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai banyak sedikitnya perantara. 
Bisnis ritel mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran dan fungsi-fungsi dalam hal informasi, promosi, negosiasi, pemesanan, pembiayaan, pengambilan risiko, pemilikan fisik, pembayaran dan hak milik. Peran bisnis ritel dalam saluran pemasaran bagi produsen mencakup pada produk, pendanaan, iklan dan promosi, konsumen, dan pesaing.

2.     SURGA RITEL DI KOTA SURABAYA

Makin fokusnya Surabaya menjadi kota jasa dan perdagangan, bukan lagi kota industri, menjadikan peluang bisnis ritel di Surabaya kian terbuka.
Seiring terus positifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatnya daya beli masyarakat, bisnis ritel di negara ini pun tampak makin bergairah. Kata Yongki Susilo, staf ahli Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), industri ritel dalam negeri makin prospektif karena didorong pula oleh pertumbuhan kelas menengah di Indonesia yang masih aspiratif untuk berbelanja fast moving consumer goods (FMCG). “Dan, banyak area di Indonesia yang belum terpenetrasi barang-barang FMCG,” terangnya.
Maka, tidak heran jika kegiatan sewa ruang ritel pada pasar pusat perbelanjaan di Jakarta sangat aktif sepanjang kuartal ketiga 2012 dan mencapai rekor tertinggi pada jumlah penyerapan per kuartal 2012. Demikian hasil riset konsultan properti Cushman & Wakefield. Sebagian besar penyerapan ruang ritel terjadi pada pusat-pusat perbelanjaan yang baru selesai dibangun di Jabodetabek, sedangkan tingkat hunian di pusat-pusat perbelanjaan yang sudah mapan relatif stabil. Penyewa-penyewa utama dan besar, seperti supermarket, hipermarket, department store, gerai perlengkapan rumah tangga, gerai elektronik, penyedia tempat kebugaran, dan bioskop mendominasi aktivitas sewa sepanjang kuartal.
Menariknya, gairah bisnis ritel tidak hanya terjadi di Jabodetabek, tetapi juga di kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya. Investasi bisnis ritel di Surabaya dan kota-kota lainnya di Indonesia kini kian menarik. Sebagai contoh, salah satu perusahaan ritel besar di negara ini, PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA), giat melakukan ekspansi usaha berupa pembukaan gerai-gerai hipermarketnya di sejumlah kota besar di Indonesia, termasuk Surabaya.
Pembukaan satu gerai hipermarket menghabiskan dana investasi sekitar Rp50 miliar dan menyerap tenaga kerja minimal 500 orang dengan pemasok mencapai 200 vendor. Pada 2014 MPPA menargetkan jaringan bisnis hipermarketnya lebih dari 130 gerai di seluruh Indonesia. PT Matahari Department Store Tbk. sepanjang tahun ini juga berusaha meningkatkan penjualannya dengan membuka sejumlah gerai baru di Provinsi Jawa Timur, termasuk Kota Surabaya.
Mengapa Surabaya menjadi pilihan menarik bagi bisnis ritel sekarang ini?    
Kota Surabaya makin menjadi area bertemunya berbagai kegiatan perdagangan di kawasan timur Indonesia dan memiliki beberapa sentra bisnis yang dapat dijadikan tujuan investasi. Surabaya sudah seperti Kota Jakarta ke-2, karena jumlah penduduk Surabaya terbesar kedua setelah Jakarta, yaitu sebanyak 2.956.569 jiwa dengan kepadatan penduduk 91 jiwa per hektare pada tahun 2011 (data Badan Pusat Statistik Kota Surabaya). Aktivitas dan kebutuhan penduduk di Kota Pahlawan ini selalu meningkat. Hal ini tentu menjadi peluang usaha besar bagi para pengusaha ritel dan sangat prospektif untuk pengembangan bisnis ritel. Apalagi kota yang kian dikenal sebagai kota metropolitan ini sudah difokuskan sebagai kota jasa dan perdagangan, bukan lagi kota industri.

3.     PERAN USAHA RITEL PADA PERTUMBUHAN PASAR RUMAH TANGGA, PASAR KOMODITI, dan SEKTOR SWASTA
      Peran usaha ritel terhadap pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, dan sector swasta sangatlah penting, karena usaha ritel tersebut adalah tempat penjualan akhir setelah barang diolah dan diproduksi oleh produsen. Produsen menjual produknya kepada grosir (wholesaler). Kemudian grosir menjualnya kepada pedagang eceran / ritel ( pengecer / peritel). Pengecer  / peritel adalah orang-orang atau toko yang kegiatan utamanya mengecerkan barang.
 Mereka menjual barang pada konsumen akhir. Pemasaran ritel ini sangat penting artinya bagi produsen karena melalui usaha  ritel, produsen dapat memperoleh informasi berharga mengenai produknya. Produsen dapat mewawancarai peritel mengenai pendapat konsumen mengenai bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai produknya. Selain itu juga dapat diketahui mengenai kondisi perusahaan pesaing. Produsen dan peritel dapat menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Produsen dapat memasang iklan, mengadakan undian, atau memberi hadiah kepada konsumen melalui toko-toko peritel. Kadang kala ada produsen  yang langsung memberikan bonus kepada peritel.


   Usaha ritel memberikan kebutuhan ekonomis bagi pelanggan melalui lima cara, antara lain :
a.      Memberikan suplai / pasokan barang dan jasa pada saat dan ketika dibutuhkan konsumen/pelanggan dengan sedikit atau tanpa penundaan. Usaha ritel biasanya berlokasi didekat rumah pelanggan, sehingga pelanggan bisa dengan segera mendapatkan suatu produk tanpa perlu menunggu lama.

b.      Memudahkan konsumen/pelanggan dalam memilih atau membandingkan bentuk, kualitas, dan barang serta  jasa yang ditawarkan. Pelanggan mungkin hanya ingin lebih dari sekedar mendapatkan barang yang diinginkan pada tempat yang nyaman. Mereka hampir ingin selalu belanja di mana bisa mendapatkan kemudahan memilih, membandingkan kualitas, bentuk, dan harga dari produk yang diinginkan. Dalam menarik dan memuaskan pelanggan, para peritel biasanya akan berusaha menciptakan suasana belanja yang nyaman.

c.       Menjaga harga jual tetap rendah agar mampu bersaing dalam memuaskan pelanggan.

d.      Membantu meningkatkan standar hidup masyarakat. Produk yang dijual dalam usaha ritel, tergantung pada apa yang dibeli dan dikonsumsi oleh masyarakat. Upaya promosi yang dilakukan, tidak hanya memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beragam produk barang dan jasa, tetapi juga dapat meningkatkan keinginan pelanggan untuk membeli. Hasil akhirnya adalah peningkatan standar hidup dan penjualan produk.

e.       Adanya usaha ritel juga memungkinkan dilakukannya produksi besar-besaran (produksi massal). Produksi massal tidak akan dapat dilakukan tanpa sistem pengecer yang efektif dalam mendistribusikan produk yang dibuat secara massal bagi pelanggan.
Peran ritel dalam kehidupan perekonomian secara keseluruhan, yaitu sebagai pihak akhir (final link) dalam suatu rantai produksi, yang dimulai dari pengolahan bahan baku, sampai dengan distribusi barang (dan jasa ) ke konsumen akhir.








BAB III

KESIMPULAN


Persaingan ritel tradisional dan ritel modern, berbeda dengan jenis persaingan yanglain, yaitu persaingan antar sesama ritel modern, persaingan antar sesama ritel tradisional, dan persaingan antar suplier, telah sejak awal menempatkan ritel tradisional pada posisi yang lemah. Perbedaan karakteristik yang berbanding terbalik semakin memperlemah posisi riteltradisional. Penguatan kemampuan bersaing ritel tradisional dengan demikian menuntut peran serta banyak pihak terutama pemerintah sebagai pemilik kekuasaan regulasi.Banyaknya atribut persaingan ritel tradisional dan ritel modern dengan masing-masing permasalahan yang ditimbulkannya, membutuhkan energi yang besar untuk mengurai danmencarikan solusi pemecahan. Strategi yang paling mungkin digunakan ritel tradisionaldalam persaingan ini justru bagaimana menjalin sinergi dengan ritel modern, bukan dengansaling berhadapan untuk saling menyerang