Monday 1 May 2017

Review Jurnal Transaksi Mata Uang Asing

Review Jurnal
Transaksi Mata Uang Asing
Kelompok: 5
Disusun Oleh:
1.        Chrisstary Repia S Ginting      ( 21213910 )
2.        Ellysa Sri Utami                      ( 22213872 )
3.        Heru Purnomo                        ( 24213095 )
4.        Paskal Perdana                        ( 26213834 )
5.        Ussie Novitasari                     ( 29213064 )
Tanggal : 29 April 2017

Judul               : Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan
                          Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli
Penulis             : Ivan Haryanto dan Diana Wibisono ( Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen – Universitas Kristen Petra )

Tujuan Perusahaan :
Untuk melihat sensitivitas perubahan indeks harga konsumen terhadap perubahan nilai tukar mata uang tiap negara terhadap Dolar Amerika serta menguji apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara nilai tukar aktual dengan nilai tukar berdasarkan konsep paritas daya belinya.








Latar Belakang :
Seiring dengan meningkatnya perdagangan internasional, meningkat pula penggunaan valuta asing. Nilai tukar valuta asing selalu berubah-ubah. Banyak hal yang mempengaruhi perubahan tersebut, misalnya tingkat inflasi, tingkat pendapatan masyarakat, suku bunga, kontrol pemerintah atas perekonomian, termasuk harapan atau perkiraan masyarakat mengenai kondisi-kondisi perekonomian di masa yang akan datang juga turut mempengaruhi perubahan dalam nilai tukar mata uang (Madura, 1997:108-114).
Lebih jauh, adanya perbedaan daya beli mata uang suatu negara dengan negara lainnya akan memberikan kesempatan luas bagi pihak tertentu untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya, yang dikenal dengan istilah international arbitrage. Pada prinsipnya para international arbitrageurs berusaha “membeli komoditi dengan harga serendah mungkin untuk kemudian dijual dengan harga setinggi mungkin,” dengan demikian dapat dikatakan bahwa seorang arbitrageurs akan mengharapkan perbedaan nilai tukar antar mata uang tetap tinggi dan tidak stabil. Akibat diatas mendorong adanya pemberlakuan hukum satu harga atau the law of one price dimana perdagangan barang dan jasa, termasuk komoditi lainnya antar Negara haruslah memiliki biaya transaksi yang sama nilainya di seluruh dunia. Oleh sebab itu, nilai tukar antara mata uang domestik dan komoditi domestik haruslah sama dengan nilai tukar antara mata uang domestik dengan komoditi luar negeri, dengan kata lain, satu unit mata uang dalam negeri seharusnya memiliki nilai daya beli yang sama di seluruh dunia (Salvatore, 1997:44). Pada dasarnya penelitian ini ditujukan untuk menemukan penyesuaian perubahan nilai tukar mata uang tersebut, dengan menggunakan konsep yang dinamakan paritas daya beli atau purchasing power parity. Konsep paritas daya beli dalam penelitian ini diuji dalam jangka waktu panjang, antara bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997. Karena berdasarkan serangkaian pengujian terdahulu menunjukkan bahwa konsep paritas daya beli cenderung dapat dilihat secara lebih tepat, atau dengan kata lain, berlaku dalam jangka waktu panjang (Salvatore, 1997:133

Pembahasan :

RASIO NILAI TUKAR AKTUAL TERHADAP NILAI TUKAR
PARITAS DAYA BELI
Deviasi nilai tukar aktual mata uang ketujuh Negara terhadap nilai tukar paritasnya yang paling mencolok terjadi pada nilai tukar aktual Yen Jepang. Pada pertengahan tahun 1995, nilai tukar Yen sempat menguat sampai 84,25 Yen per Dolar Amerika. Titik ini merupakan titik terjauh nilai tukar aktual Yen Jepang dari nilai tukar paritasnya, namun pada periode selanjutnya titik ini berangsur-angsur bergerak mendekati daerah pergerakan nilai tukar paritas daya beli Yen. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya tindakan Amerika Serikat yang ingin mengurangi deficit perdagangannya terhadap Jepang pada bulan April 1993, dengan cara melemahkan nilai Dolar terhadap Yen (Madura, 1997:114). Pada tabel terlihat bahwa penguatan Yen terjadi mulai April 1993.
Hal yang sama terjadi pada Krona Swedia, nilai tukar aktual Krona sempat melemah pada titik 8,2665 Krona per Dolar Amerika. Namun berangsur-angsur menguat kembali pada periode-periode selanjutnya, menunjukkan adanya pergerakan Krona mendekati titik nilai tukar paritas daya belinya.
Dalam kurun waktu periode yang sama, nilai tukar aktual Poundsterling sempat mencapai titik 0,6777 Poundsterling per Dolar Amerika, dan pada periode berikutnya berfluktuasi diatas titik 0,61. Pada periode bulan Juli tahun 1996 sempat melemah kembali sampai titik 0,6416 per Dolar Amerika. Namun pada akhir periode kembali mendekati nilai tukar paritasnya, pada titik 0,6139 Poundsterling per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi bergerak tidak jauh dari pergerakan nilai tukar paritasnya, dan seringkali mendekati pergerakan nilai paritasnya.
Kecenderungan melemahnya Poundsterling Inggris terhadap Dolar Amerika secara relatif konstan mungkin merupakan tujuan pemerintah Inggris untuk menjadikan komoditi perdagangan Inggris menjadi lebih kompetitif dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat meraih pangsa pasar yang lebih besar. Nilai tukar aktual Dolar Kanada sempat melemah untuk beberapa waktu yang cukup lama dibandingkan Poundsterling Inggris, mulai dari bulan Oktober tahun 1992 dan semakin terpuruk pada akhir periode. Pada periode ini pergerakan fluktuasi nilai tukar aktualnya berkisar di titik 1,2 sampai 1,3 Dolar Kanada per Dolar Amerika.
Sedangkan Lira Italia mulai melemah pada bulan Oktober tahun 1992, dan terus melemah pada periode berikutnya. Ada tiga titik terlemah yaitu pada bulan Januari tahun 1994, bulan April tahun 1995, dan bulan Juli tahun 1996. Masing-masing 1697,25 Lira, 1683,25 Lira, dan 1683,25 Lira per Dolar Amerika. Pada periode disekitar ketiga bulan tersebut dan akhir periode kisaran Lira befluktuasi paling banyak pada titik 1,500 Lira per Dolar Amerika. Sedangkan untuk Mark Jerman dan Franc Perancis, nilai tukar aktualnya bergerak lebih fluktuatif. Mark Jerman sempat menguat sampai pada titik tertingginya pada waktu mencapai titik 1,3877 Mark per Dolar Amerika. Sedangkan Franc Perancis sempat menguat pada titik tertingginya di titik 4,898 Franc per Dolar Amerika. Fluktuasi yang terjadi di Jerman ini kemungkinan disebabkan oleh situasi ekonomi negara tersebut yang relatif stabil. Disamping disebabkan pula oleh naik turunnya suku bunga di Negara tersebut. Misal, sekitar bulan Juli tahun 1992, adanya harapan terhadap kebijakan uang ketat Jerman menyebabkan tingkat suku bunga naik. Hal ini menjadikan nilai Mark menguat, sedangkan nilai Dolar melemah. Namun, pada bulan Juni tahun 1993, nilai Mark kembali melemah, dan Dolar menguat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya sinyal dari Bundesbank bahwa suku bunga Jerman mungkin akan menurun (Madura, 1997:114).
Dari hasil perhitungan tersebut ditemukan bahwa dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar aktual mata uang masing-masing negara tidak menyimpang jauh dari nilai tukar berdasarkan konsep paritas daya beli dan bergerak atau kembali mendekati nilai tukar paritas daya beli. Deviasi suatu nilai tukar aktual akan berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas dayabeli (Madura, 1997:236).
Prosentase undervalue Poundsterling Inggris dalam kurun waktu yang ada menjadikan mata uang ini menempati nilai tukar aktual yang mengalami undervalue terendah dibandingkan keenam mata uang lainnya, yaitu sebesar -24,91% terhadap Dolar Amerika. Hal ini berarti harga barang-barang yang berlaku di Inggris cenderung lebih murah sebesar 24,91% dibandingkan harga barang-barang di Amerika. Nilai tukar actual Poundsterling sempat sama dengan nilai tukar paritasnya, yaitu pada saat kedudukan 1 USD = 0,52 Poundsterling. Pada kedudukan ini harga barang-barang di kedua Negara mengalami titik keseimbangan dimana Poundsterling tidak mengalami undervalue maupun overvalue terhadap Dolar Amerika.
Krona Swedia merupakan negara kedua yang memiliki nilai undervalue terendah setelah Poundsterling Inggris, yaitu sebesar -20,59%. Dan sempat mengalami overvalue tertinggi sebesar +20,22%. Pada periode ini harga barang di Swedia lebih mahal sebesar 20,22% dibandingkan harga barang di Amerika. Disusul oleh Lira Italia, mengalami undervalue terendah ketiga sebesar -11,85% terhadap Dolar Amerika, dan overvalue tertinggi yang dialami, sebesar +17,11%.
Sedangkan untuk Dolar Kanada, nilai undervalue terendahnya sebesar -6,24%, dan nilai overvalue tertingginya mencapai +13,35%. Tidak jauh berbeda dengan Dolar Kanada, nilai undervalue tertinggi Franc Perancis hanya sebesar -8,44% dan nilai overvalue terendahnya mencapai +13,54%. Namun pergerakan nilai tukar aktual Franc Perancis lebih fluktuatif. Hal yang sama juga terjadi atas fluktuasi Mark Jerman (Haryanto dan Wibisono, 2000:Lampiran 10 dan 11). Nilai tukar aktual Yen Jepang mencapai nilai overvalue tertinggi sebesar +57,01% terhadap Dolar Amerika. Nilai ini menyebabkan Jepang memiliki nilai overvalue tertinggi dibandingkan keenam negara lainnya. Idealnya, pada periode ini seharusnya harga barang di Jepang 57,01% lebih murah dari harga yang berlaku. Sedangkan nilai undervalue yang terendah Yen Jepang adalah sebesar -9,08%. Seharusnya harga barang di Amerika 9,08% lebih murah dari harga yang sedang berlaku. Nilai overvalue tertinggi kedua dicapai oleh Mark Jerman yaitu sebesar +20,91%, sedangkan nilai undervalue terendahnya sebesar -5,45%. Secara keseluruhan, dari nilai tukar aktual mata ketujuh negara, nilai tukar actual empat diantaranya cenderung mengalami undervalue terhadap Dolar Amerika, yaitu Poundsterling Inggris, Lira Italia, Krona Swedia, dan Dolar Kanada. Sedangkan lainnya, Mark Jerman, Franc Perancis, dan Yen Jepang, cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika. Pergerakan nilai tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami undervalue terhadap Dolar Amerika akan bergerak atau lebih banyak berfluktuasi di atas pergerakan nilai tukar berdasarkan paritas daya belinya. Sebaliknya, nilai tukar aktual mata uang suatu negara yang cenderung mengalami overvalue terhadap Dolar Amerika akan lebih banyak bergerak atau berfluktuasi di bawah pergerakan nilai tukar paritas daya belinya (Haryanto dan Wibisono, 2000).

SENSITIVITAS PERUBAHAN INDEKS HARGA KONSUMEN (CPI)
TERHADAP NILAI TUKAR AKTUAL
Perubahan indeks harga konsumen yang terjadi dalam negara Italia (sebagai Negara yang mengalami perubahan indeks harga konsumen terbesar diantara ketujuh negara) ternyata menyebabkan perubahan yang cukup mencolok atas nilai tukar aktual Lira, dimana perubahan indeks harga konsumen sebesar 1,13% menyebabkan perubahan nilai tukar Lira sebesar 1,04%. Disusul oleh Swedia yang juga mengalami perubahan besar dalam indeks harga konsumennya, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,89% menyebabkan perubahan nilai tukar Krona 1,09%, lebih besar dibandingkan perubahan indeks harga konsumennya. Di Inggris perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,71% akan menyebabkan peningkatan nilai tukar Poundsterling sebesar 0,87%. Di Jerman, sekalipun perubahan indeks harga konsumennya besar, yakni 0,69% (lebih besar dari negara Kanada, sebesar 0,56%), perubahannya hanya akan meningkatkan nilai tukar Mark sebesar 0,29%. Di Kanada perubahannya akan meningkatkan nilai Dolar Kanada sebesar 0,59%. Perancis merupakan negara dengan perubahan terkecil kedua sebelum Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,55% akan menyebabkan perubahan nilai tukar Franc sebesar 0,21%.
Hampir seluruh negara obyek penelitian mengalami perubahan positif atas nilai tukar aktualnya yang disebabkan perubahan indeks harga konsumen masing-masing. Namun, lain halnya dengan negara Jepang, perubahan indeks harga konsumen sebesar 0,38%, justru menyebabkan perubahan negatif atas nilai tukar aktual Yen, yakni sebesar minus 0,22%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan perubahan negatif tersebut adalah nilai tukar Yen Jepang seringkali mengalami apresiasi terhadap Dolar Amerika dalam kurun waktu periode bulan Januari tahun 1990 sampai bulan April tahun 1997
Kesimpulan :
Konsep paritas daya beli baru benar-benar dapat diterapkan dengan tepat jika, pertama, biaya transportasi dan hambatan perdagangan turut dihitung dalam perhitungan konsep ini. Kedua, kondisi pasar yang kondusif untuk menerapkan konsep tersebut dengan tepat adalah pasar persaingan sempurna, bukan monopolistik maupun oligopolistik. Karena, dalam pasar persaingan sempurna, harga produk yang diperdagangkan cenderung sama di semua negara. Ketiga, barang dan jasa yang dihitung harus merupakan barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional, disamping itu, keempat, setiap negara harus memiliki komoditi acuan yang sama.
Meskipun memiliki kelemahan, berdasarkan penggunaan konsep paritas daya beli relatif ditemukan bahwa dalam jangka panjang yang bervariasi di tiap-tiap negara, deviasi suatu nilai tukar aktual berkisar di sekitar nilai tukar paritas daya beli, dan senantiasa akan bergerak kembali mendekati nilai tukar paritas daya belinya. Sebaliknya, dalam jangka pendek, nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya belinya seringkali mengalami disekuilibrium. Dengan kata lain, antara nilai tukar aktual dan nilai tukar paritas daya beli dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian memiliki perbedaan. Pengujian berdasarkan uji hipotesa membuktikan bahwa pergerakan antara nilai tukar aktual dan nilai tukar berdasarkan paritas daya beli dari ketujuh negara berbeda secara signifikan.
Ditemukan juga bahwa setiap perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase tertentu dari setiap negara yang menjadi obyek penelitian, menyebabkan adanya perubahan positif nilai tukar aktual mata uang setiap negara dalam prosentase tertentu. Kecuali negara Jepang, perubahan positif daya beli masyarakat dalam prosentase yang diperoleh justru menyebabkan perubahan negatif nilai tukar aktualnya.

Sumber :


Review Jurnal Pengungkapan dan Pelaporan

                                         Review Jurnal
Pengungkapan dan Pelaporan
Kelompok 5
Disusun Oleh:
1.         Chrisstary Repia S Ginting               ( 21213910 )
2.         Ellysa Sri Utami                                ( 22213872 )
3.         Heru Purnomo                                   ( 24213095 )
4.         Paskal Perdana                                  ( 26213834 )
5.         Ussie Novitasari                                ( 29213064 )
Tanggal : 29 April 2017

Judul               :  PENGUNGKAPAN PELAPORAN KEUANGAN DALAM   
                           PERSPEKTIF SIGNALLING THEORY
Penulis             :  Cahyani Nuswandari, SE.Ak ( Fakultas Ekonomi Universitas
                           Stikubank )

Tujuan Penelitian :
Untuk membahas mengenai konsep pengungkapan, peraturan pengungkapan, luas pengungkapan, pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela, pengungkapan dan teori signalling dan terakhir mengenai pengungkapan pelaporan keuangan dikaitkan dengan teori signalling.





Latar Belakang  :
Pelaporan keuangan merupakan informasi yang menghubungkan komunikasi entitas bisnis dengan investor, kreditor dan pihak lain yang berkepentingan terhadap informasi tersebut. Pelaporan keuangan di samping sebagai laporan pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik juga berfungsi sebagai informasi yang akan digunakan oleh investor, kreditor dan pihak lain untuk mengambil keputusan ekonomi. Keputusan yang dibuat para investor pada dasarnya adalah keputusan beli-jual-tahan (buy-sel-hold decisions). Para kreditor berurusan dengan keputusan memberikan kredit. Pemegang saham mungkin juga membuat keputusan mengenai pengangkatan, pemberhentian dan penentuan kompensasi/gaji dan persetujuan atau penolakan terhadap perubahan-perubahan besar kebijakan perusahaan. Atas dasar informasi keuangan suatu perusahaan, investor dan kreditor menanamkan kekayaan dalam perusahaan yang memproduksi barang atau jasa. Dana tersebut oleh perusahaan akan dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga menghasilkan keuntungan yang diharapkan oleh stakeholder. Harapan investor adalah bahwa dana yang ditanamkan akan berkembang yang berarti bahwa investasinya memberikan kembalian yang memadai. Untuk meyakinkan bahwa investor memperoleh kembalian yang dikehendaki dengan risiko tertentu, investor memerlukan informasi sebagai landasan keputusannya.

Pembahasan    :
Luas Pengungkapan
            Pada tahun 1991, American Institute Certified Public Accountant (AICPA) membentuk suatu komite khusus yang dikenal dengan Jenkin Committee yang bertujuan meneliti sifat dan luas informasi yang seharusnya disediakan oleh manajemen untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Dari hasil risetnya, mereka merekomendasikan agar perusahaan menyediakan sejumlah pengungkapan tambahan (additional disclosure) yang meliputi informasi segmen, data non keuangan dan informasi forward looking (Jenkin, 1994) dalam (Widiastuti, 2002).




            Analisis biaya-manfaat sulit dilakukan karena biaya dan terutama manfaatnya tidak selalu nyata dan dapat diukur. Ada banyak jenis biaya, termasuk biaya pengumpulan dan pemrosesan, biaya penyebaran, biaya audit, biaya litigasi yang potensial, biaya pengungkapan kepada pesaing dan biaya analisis serta interpretasi. Manfaat diperoleh oleh pembuat laporan keuangan (dalam hal pengendalian manajemen dan akses terhadap modal yang lebih besar) dan pemakai laporan keuangan (dalam hal alokasi sumber daya, penilaian pajak dan regulasi tarif pajak). Namun manfaat secara umum lebih sulit dikuantifikasi dibandingkan biaya. Perusahaan dapat meningkatkan manfaat dari praktik pelaporan keuangan melalui internet.
Pengungkapan Wajib
            Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan emiten dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclousure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal suatu negara.
            Setiap  emiten atau perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek wajib menyampaikan laporan tahunan secara berkala dan informasi material lainnya kepada Bapepam dan publik. Ketentuan mengenai Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten dan Perusahaan Publik diatur dalam peraturan nomor X.K.6.  Laporan tahunan wajib memuat ikhtisar data keuangan penting, laporan dewan komisaris, laporan dewan direksi, profit perusahaan, analisis dan pembahasan manajemen, tata kelola perusahaan, tanggung jawab direksi atas laporan keuangan, dan laporan keuangan yang telah diaudit.
Pengungkapan Sukarela
            Pengungkapan sukarela yaitu penyampaian informasi yang diberikan secara sukarela oleh perusahaan di luar pengungkapan wajib. Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan informasi yang melebihi persyaratan minimum dari peraturan pasar modal yang berlaku. Perusahaan memiliki keleluasaan dalam melakukan pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan sehingga menimbulkan adanya keragaman atau variasi luas pengungkapan sukarela antar perusahaan.



Pengungkapan Pelaporan Keuangan dan Teori Signal
             Teori Signal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal. Perusahaan/manajer memiliki pengetahuan lebih banyak mengenai kondisi perusahaan dibandingkan pihak eksternal. Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Kemungkinan lain,  pihak eksternal yang tidak memiliki informasi akan berpersepsi sama tentang nilai semua perusahaan. Pandangan seperti ini akan merugikan perusahaan yang memiliki kondisi yang lebih baik karena pihak eksternal akan menilai perusahaan lebih rendah dari yang seharusnya. Sebaliknya akan menguntungkan bagi perusahaan yang kondisinya buruk karena pihak eksternal menilai lebih tinggi dari yang seharusnya. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara mengurangi asimetri informasi. Perusahaan memberikan sinyal kepada pihak luar yang dapat berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan dapat mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan pada masa yang akan datang.
Teori Signal melandasi pengungkapan sukarela. Teori Signal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang dapat menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Manajemen selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati investor dan pemegang saham khususnya jika informasi tersebut merupakan berita baik (good news). Manajemen juga berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan. Beberapa penelitian akademik menunjukkan semakin besar perusahaan makin banyak informasi sukarela yang disampaikan. Pengungkapan yang bersifat sukarela merupakan signal positif bagi perusahaan.




Kesimpulan :
            Investor dan kreditor membutuhkan informasi yang memadai dan relevan untuk mendukung pembuatan keputusan ekonominya. Oleh karena itu perusahaan menyediakan informasi untuk memenuhi tujuan users dan mengurangi asimetri informasi. Informasi yang diungkap oleh perusahaan memberikan sinyal yang menggambarkan kualitas perusahaan. Informasi yang diungkap berupa pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan informasi mempertimbangkan biaya dan manfaat yang pengukurannya relatif sulit dilakukan terutama pengukuran manfaat. Seberapa luas informasi yang diungkap perlu mendapat perhatian agar informasi yang disajikan tidak terlalu banyak yang dapat menyebabkan noise dan tidak terlalu sedikit yang dapat menyesatkan users.
Sumber :




Review Jurnal Akuntansi Komparatif Amerika dan Asia

Review Jurnal
Akuntansi Komparatif Amerika dan Asia
Kelompok: 5
Disusun Oleh:
1.         Chrisstary Repia S Ginting               ( 21213910 )
2.         Ellysa Sri Utami                                ( 22213872 )
3.         Heru Purnomo                                   ( 24213095 )
4.         Paskal Perdana                                  ( 26213834 )
5.         Ussie Novitasari                                ( 29213064 )
Tanggal : 29 April 2017

Judul               :  Analisis Komparasi Kinerja Pasar Modal Di Indonesia,
                           Hongkong, China, Inggris Dan Amerika
   Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
   Universitas Sam Ratulangi
Penulis             : Yulein Rahamis ( Yuleinrahamis@yahoo.co.id)

Tujuan Penelitian    :
Untuk membandingkan kinerja pasar modal Indonesia dengan pasar  modal Hongkong, China, Inggris, dan Amerika. Perbandingan dilakukan dengan menggunakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Return Market, data yang digunakan adalah Bursa Efek Indonesia (IDX), Shenyang Commercial City, Hongkong Stock Exchange, London Stock Exchange dan Nasdaq Composite.




Latar Belakang       :
Pada era globalisasi dan kesepakatan kerja sama antar negara sangat berpengaruh terhadap pasar modal dunia, sehingga terjadi pola investasi dari pola official development assistance (ODA ) dan foreign Direct Investment (FDI) ke pola portofolio. Seperti diketahui arus investasi melalui official development assistance (ODA ) dan foreign Direct Investment (FDI) umumnya menggunakan sarana pemerintah yang disebut sebagai sovereign borrowers, atau melalui kedaulatan wilayah yang disebut sovereign borders. Sedangkan investasi portofolio, terutama dalam bentuk saham atau sekuritas umumnya bersifat private dan tidak mengenal batas kedaulatan suatu negara. Aliran dana akan mudah keluar masuk ke dalam suatu negara, dan hanya mempertimbangkan efisiensi pasar dan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya investasi.
Berdasarkan komposisi kepemilikan efek yang tercatat dalam penitipan kolektif Kustodian Sentral Efek Indonesia, nilai kepemilikan saham oleh pemodal lokal pada yang tangguh dan berdaya saing global. Pada tahun 2013 dalam laporan Departemen Keuangan Bappepam menyatakan perkembangan perdagangan efek pada tahun 2013 dilihat dari faktor eksternal, perlambatan ekonomi global berdampak pada penurunan kinerja bursa efek dikawasan regional maupun global. pelemahan indiKator perekonomian pada indeks harga saham gabungan terkoreksi dan bergerak fluktuatif.
Penurunan IHSG menjadi indikator turunnya harga-harga saham di bursa. ketika pasar terkoreksi, bisa dipastikan nilai asset investasi pemodal akan berkurang. Pengurangan bisa berakibat berubahnya besaran alokasi asset di tiap-tiap instrument investasi. Sesuai prinsip diverifikasi, investasi setiap pemodal tidak disarankan hanya terkonsentrasi pada satu atau dua jenis instrument Pemulihan ekonomi dunia masih bergantung pada perekonomian negara-negara berkembang terutama di Asia. Namun demikian, beberapa negara berkembang juga menghadapi masalah menurunnya kinerja ekspor akibat melemahnya kondisi perekonomian global. Kinerja perekonomian global pada tahun 2013 berlangsung tidak sesuai harapan dan melemah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pembahasan
Pengujian Pada IHSG
Data olahan menggunakan bantuan software program SPSS versi 18 for windows. Hasil analisis menunjukan tingkat signifikan 0.00 artinya hipotesa diterima atau ada perbedaan yang signifikan pada kinerja Pasar Modal Indonesia, Pasar Modal China, Pasar Modal Inggris, dan Pasar Modal Amerika dilihat dari indikator IHSG, sebab tingkat signifikan lebih kecil dari pada tingkat signifikan yang ditentukan yaitu 0.05. Alasan adanya signifikan dikarenakan adanya faktor-faktor yang terjadi akibat ekonomi global yang dihadapkan pada krisis.
operation and Development (OECD) memperkirakan bahwa, pada tahun 2013 secara keseluruhan perekonomian dunia akan menunjukkan pemulihan, namun penyelesaian krisis di Eropa yang berlangsung dalam waktu lama kemungkinan akan menyebabkan ekonomi Eropa tertinggal dari pemulihan ekonomi global. Penelitian ini menyetujui peneletian terdahulu oleh Singh et al. (2011) yang menyatakan bahwa secara empiris GDP memiliki pengaruh terhadap harga saham portofolio, GDP adalah pendapatan yang diperoleh atas penjualan barang maupun jasa yang menggambarka tingkat kesejahteraan masyarakat  dalam suatu periode tertentu.
Pada analisis tambahan yakni dari tingkat korelasi yang ditunjukan dari lima pasar modal tersebut dari ditemukan hasil bahwa :
1.      Pasar modal Indonesia dan Pasar Modal Negara-negara berkembang seperti Hongkong, China memilki tingkat korelasi yang sangat lemah.
2.      Pasar Modal Indonesia dan Pasar modal dari Negara-negara yang sudah berkembang seperti Inggris dan Amerika memilki tingkat korelasi yang sangat kuat.





Pengujian Pada Return Market
Analisis perbandingan menggunakan indikator return market, Return market merupakan keuntungan pasar akibat selisih transaksi jual dengan transaksi beli secara komposit. Data olahan menggunakan bantuan software program SPSS versi 18 for windows.
Hasil analisis menujukan tingkat signifikan 0.940 artinya hipotesa ditolak atau tidak ada perbedaan kinerja Pasar Modal  Indonesia, Pasar Modal China, Pasar Modal Inggris, dan pasar Modal Amerika dilihat dari indikator Return Market. Sebab tingkat signifikan 0.197 lebih besar dari tingkat signifikan yang ditentukan yaitu 0.05.  Hipotesa ke dua diukur dengan Return Market, Return saham adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh seorang investor ketika menanamkan modalnya pada suatu saham di perusahaan tertentu. Tingkat return saham yang baik didukung oleh beberapa faktor diantaranya faktor ekonomi.
Analisis Tambahan : Uji korelasi Return Market antara Pasar Modal. Berdasarkan Data olahan menggunakan bantuan software program SPSS versi 18 for windows maka diperoleh Uji   Correlation Return Market antar Pasar Modal . Pasar Modal Hongkong terhadap Pasar Modal Indonesia dinilai dari Return Market maka hasil yang dapat sesuai dengan nilai pada Pearson Correlation sebagai ukuran korelasi berada pada angka -0.400 dengan begitu dapat disimpulkan bahwa memiliki korelasi yang sangat lemah. Pasar Modal China terhadap pasar modal Indonesia dinilai dari Return Market maka hasil yang dapat sesuai dengan nilai pada Pearson Correlation sebagai ukuran korelasi berada pada angka -0.36 dengan Amerika dan Eropa, akan tetapi meskipun dari hasil signifikan diambil dari indeks harga gabungan memilki perbedaan kinerja hal ini dikarenakan perbedaan keadaan ekonomi dan volatilitas investor yang melakukan transaksi sedangkan tingkat korelasi memiliki korelasi yang sangat kuat yang ditunjukan oleh Negara seperti Amerika dan Eropa, hal inilah yang mengakibatkan hasil signifikan pada return market tidak ada perbedaan yang signifikan karena adanya Negara emerging market sangat cepat bereaksi seiring dengan integrasi pasar keungan dunia.







Kesimpulan
Hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Dengan menggunakan Uji Beda Anova diukur melalui IHSG pasar modal Indonesia, China, Hogkong, Inggris dan Amerika sinifikan artinya ada perbedaan kinerja pasar modal. (2) Dengan menggunakan Uji Beda Anova, diukur Return Market Pasar modal Indonesia, China, Hongkong, Inggris da Amerika,tidak signifikan artinya tidak ada perbedaan kinerja.
Sumber :



Monday 20 March 2017

Review Jurnal Akuntansi Komparatif Eropa

Review Jurnal Akuntansi Komparatif Eropa
Kelompok: 5
Disusun Oleh:
1.         Chrisstary Repia S Ginting               ( 21213910 )
2.         Ellysa Sri Utami                                ( 22213872 )
3.         Heru Purnomo                                   ( 24213095 )
4.         Paskal Perdana                                  ( 26213834 )
5.         Ussie Novitasari                                ( 29213064 )

Tanggal  : 17 Maret 2017

Judul         :  Pengaruh Adopsi IFRS terhadap Earnings Response Coefficient pada Perusahaan di Inggris dan Jerman
  
Penulis      :  Arif Darmawan

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah adopsi IFRS akan berpengaruh positif terhadap earnings response coefficient perusahaan di Inggris  dan Jerman
Latar Belakang
International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan isu hangat yang sedang marak diperdebatkan di berbagai negara. Beragam reaksi muncul terhadap isu ini, baik reaksi mendukung maupun menentang adopsi IFRS. Pihak yang menentang menyatakan bahwa adopsi IFRS mungkin tidak akan menghasilkan manfaat yang diperlukan namun hanya menyajikan perubahan akuntansi murni dengan tanpa memiliki manfaat ekonomis (Mazars, 2006) atau mungkin justru menurunkan kualitas informasi akuntansi (Watts, 2006; Janjean dan Stolowy, 2008) 1. Pihak yang mendukung adopsi IFRS diantaranya adalah Barth et al. (2008) yang melakukan penelitian terhadap dampak penerapan standar akuntansi internasional (IAS) pada perusahaan di negara Uni Eropa. Dalam penelitiannya Barth et al. (2008) menemukan bukti empiris bahwa dengan penerapan IAS dapat menurunkan manajemen laba, pengakuan kerugian yang lebih tepat waktu dan lebih value relevant dibandingkan sebelum mengadopsi IAS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas informasi akuntansi menjadi meningkat setelahpenerapan standar akuntansi internasional.
Metode Penelitian
Metode penelitian Deskriptif
Variabel Penelitian
·         Variabel Terikat : Earnings Response Coefficient (ERC)
·         Variabel Bebas : Dummy, 1 setelah mengadopsi, 0 sebelum mengadopsi
·         Variabel Kontrol : Persistensi Laba (PL), Struktur Modal (SM), Risiko (β), Kesempatan bertumbuh (MB), Ukuran Perusahaan (UP)
Hasil Penelitian
·         - Pengujian antara variabel dummy dengan variabel ERC  menunjukan nilai koefisien variabel dummy adalah sebesar 0,266 dengan tingkat signifikansi 0,05.
·                     - Pengujian terhadap variabel interaksi antara variabel dummy dengan variabel laba  menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,111 dengan tingkat signifikansi 0,05.

Kesimpulan
·        - Variabel dummy mempengaruhi secara signifikan positif terhadap variabel ERC. Artinya investor menganggap bahwa adopsi IFRS mampu menaikkan value relevant informasi akuntansi dan kemudian menggunakan informasi tersebut dalam pengambilan keputusan.
·       - Informasi laba direspon secara positif lebih tinggi oleh pasar pada periode setelah adopsi IFRS dibandingkan pada periode sebelum adopsi IFRS
Pendapat Mengenai Jurnal
Menurut kami jurnal ini sudah cukup baik, namun akan lebih baik apabila dikemudian hari dikembangkan dengan menggunakan data-data yang ada di Indonesia, agar hasil penelitian tersebut dapat di implementasikan di perusahaan di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dapat memyakinkan investor lain bahwa penerapan IFRS dapat meningkatkan kualitas informasi perusahaan tersebut.

Sumber:

Review Jurnal Perkembangan Akuntansi Internasional

Review Jurnal
Perkembangan Akuntansi Internasional
Kelompok: 5
Disusun Oleh:
1.      Chrisstary Repia S Ginting      ( 21213910 )
2.      Ellysa Sri Utami Putri              ( 22213872 )
3.      Heru Purnomo                          ( 24213095 )
4.      Paskal Perdana Cadalora          ( 26213834 )
5.      Usie Novitasari                         ( 29213064 )

Tanggal  : 17 Maret 2017

Judul       : PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DI INDONESIA
                  JURNAL ILMIAH MAHASISWA AKUNTANSI – VOL. 1, NO. 4
Penulis     : FERRY DANU PRASETYA
Dibuat pada tanggal  juli 2012
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui sejarah perkembangan SAK di Indonesia, sejak penjajahan Belanda sampai dengan sekarang ini.
Latar Belakang
Tujuan akuntansi dan laporan keuangan pada dasarnya untuk menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha yang akan digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan sebagai dasar pengambilan suatu keputusan ekonomi. Untuk itu dibutuhkan suatu Standar Akuntansi Keuangan yang baik dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak pengguna laporan keuangan.Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan Belanda sekitar tahun 1642.Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangansebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda merupakan organisasi komersial utama yang memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan Yunus, 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal 1900an. Ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa, sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929 (Soemarso, 1995). Kesempatan bagi akuntan local (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada pertengahan tahun 1980-an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi yang berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar.Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional (Rosser, 1999).
Era globalisasi sejalan dengan program harmonisasi Standar Akuntansi International yang diprakasai oleh International Accounting Standards Committee (IASC).Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Pengadopsian Standar Akuntansi Internasional ke dalam Standar Akuntansi Domestik bertujuan
untuk menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi, persyaratan akan item–item pengungkapan akan semakin tinggi, sehingga nilai perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban perusahaan

Subjek Penelitian
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia
Pembahasan
Sejarah Perkembangan Penyusun Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
IAI didirikan di Jakarta tanggal 23 Desember 1957. Pengembangan SAK di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1973 dengan dibentuknya Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur daripada GAAP dan GAAS. Selanjutnya pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia yang bertugas menyusun dan mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan. Kemudian komite PAI tersebut pada tahun 1994 diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan. Pada kongres VIII 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali namanya menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) untuk masa bakti 1998–2002 dan diberi otonomi khusus untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk pada tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakukan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Tiga Pilar Standar Akuntansi Indonesia
a.       Standar Akuntansi Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan adalah SAK yang telah berlaku sekarang, Dengan SAK yang telah terkonvergensi ke IFRS diharapkan akan memberikan perpektif pemahaman yang sama bagi investor asing dalam membaca laporan keuangan perusahaan Indonesia ataupun luar negeri.investor Indonesia yang ingin ekspansi ke
b.      Standar Akuntansi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP)
IAI pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu, telah menerbitkan SAK untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) atau The Indonesian Accounting Standars for Non-Publicly-Accountable Entities, dan telah disahkan oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. Apabila SAK-ETAP ini telah berlaku efektif, maka perusahaan kecil seperti UKM tidak perlu membuat laporan keuangan menggunakan PSAK. SAK-ETAP memberikan banyak kemudahan untuk perusahaan dibandingkan PSAK dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Sesuai ruang lingkup SAK-ETAP maka standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik (entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum).
c.       Standar Akuntansi Syariah
IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan SAK dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya SAK yang baik. Untuk itulah maka pada tanggal 25 Juni 2003 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan IAI untuk kerjasama penyusunan berbagai standar akuntansi di bidang perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan pelatihan pada bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI. Badan yang menerbitkan Standar Akuntansi Islam saat ini adalah the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions yang didirikan 1991 di Bahrain. Sampai saat ini telah diterbitkan 56 Standar Akuntansi Islam dalam bidang akuntansi, auditing, governance dan etika. Saat ini juga sedang disusun program Certified Islamic Public Accountant (CIPA) yang akan segera disebarluaskan ke beberapa negara (Alchaar, 2006). Perbandingan SAK :
a.       SAK IFRS : Digunakan oleh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia
b.      SAK ETAP : Digunakan oleh perusahaan UKM
c.       SAK Syariah : Digunakan oleh perusahaan berbasis syariah

Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju Standar Akuntansi Internasional
a. Perbandingan Rerangka Konseptual FASB dan Rerangka Konseptual IASC
Rerangka Konseptual FASB
Dewan penyusun standar akuntansi di Amerika Serikat dibentuk pada tahun 1936 dengan namaCommittee on AccountingProcedure (CAP). Dewan ini bekerja sampai tahun 1959 dan berganti nama menjadi Accounting Princilpes Booard (APB). APB bekerja sampai dengan tahun 1973, kemudian digantikan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB) sampai sekarang ini.Setelah mengalami beberapa titik waktu (Juncture) dalam merumuskan prinsip-prinsip akuntansi (Zeff 1984), FASB akhirnya berhasil membuat sebuah model rerangka konseptual yang mapan disebut, Statement of Financial AccountingConcepts (SFAC).Rerangka ini merupakan dasar teoritis bagi FASB dalam mengembangkan Standard Akuntansi Keuangan di Amerika Serikat.Standar-standar tersebut berkenaan dengan pengukuran aktivitas ekonomi, penentuan waktu kapan pengukuran dan pencatatan harus dilakukan, ketentuan pengungkapan mengenai aktivitas tersebut, penyiapan dan penyajian ringkasan aktivitas ekonomi tersebut dalam bentuk laporan keuangan.
Rerangka Konseptual IASC
Pembentukan IASC terjadi pada tanggal 23 Juni 1973 di Inggris yang diwakili oleh organisasi profesi akuntansi dari sembilan negara (Nobes dan Parker 1995: 9; dan Solomons,1986: 60). Tujuan pembentukan IASC adalah memformulasi standar dan mendorong keberterimaan dan ditaatinya IFRS secara luas di dunia.(Solomons 1986:60). Sampai saat ini IASC beranggotakan sekitar 150 organisasi atau badan penyusun standard akuntansi dari 113 negara (media akuntansi, 2000), dan telah berhasil merumuskan model teoritis yang juga mengadopsi meta teori dengan menempatkan tujuan sebagai top level. Model ini disebut Framework for the Preparation andPresentation of Financial Statements (FPPFS) (naskah asli terdapat di IAI, SAK, Oktober 2004).

b. Tujuan Mengganti Standar Akuntansi Keuangan
Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan–batasan seberapa besar praktik–praktik tersebut dapat beragam (Choi, et al. 1999). Beberapa pihak yang diuntungkan adalah perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, oraganisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions).

International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Sebelumnya IFRS ini lebih dikenal dengan nama International Accounting Standards (IAS) yang diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Board of the International Accounting Standards Committee (IASC). Mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Beralih ke IFRS bukan hanya sekedar pekerjaan mengganti angka-angka di laporan keuangan, tetapi mengubah pola pikir dan cara semua elemen di dalam perusahaan. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh dunia akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding dalam pelaporan keuangan. Dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi dikenal dengan dua pendekatan (Hoesada, 2008) yaitu:
Principle – Based Accounting Standards:
1.      Mengatur prinsip–prinsip akuntansi untuk suatu jenis transaksi, khususnya terkait dengan pengakuan dan pegukuran, dan tidak mengatur untuk suatu jenis industri tertentu.
2.      Kelebihannya :principle based system tidak atau sedikit memberi peluang untuk melakukan kreativitas negatif atas peraturan akuntansi. Dua transaksi yang secara substansi sama akan diperlakukan dan dicatat sama oleh dua perusahaan yang berbeda. Serta pengaturan akuntansi yang ada berlaku untuk seluruh perusahaan.
3.      Memerlukan banyak professional judgement yang menuntut kompetensi dan integritas yang tinggi, kesiapan profesi pendukung dengan semakin dominannya fair value accounting.
4.      Digunakan oleh international Accounting Standards Board (IASB)
Ruled – Based Accounting Standards:
1.      Mengatur secara lebih detail dan biasanya hanya berlaku untuk suatu industri tertentu.
2.      Kelebihannya: lebih mudah diterapkan karena peraturannya lebih eksplisit.
3.      Tidak banyak memerlukan professional judgement. Namun, membuka peluang untuk melakukan sesuatu dengantujuan sempit.
4.      Digunakan oleh Financial Accounting Standards Board (FASB)

FASB mereflesikan tingkat kecanggihan dan adidaya ekonomi dan keuangan Amerika Serikat, sebaliknya IAS berupaya merangkul seluas–luasnya semua negara–negara di dunia dari yang paling kaya-canggih sampai pada Negara yang paling terbelakang-miskin (Hoesada, 2008). Konvergensi IFRS terhadap PSAK akan menyebabkan PSAK yang tadinya bersifat Ruled–Based menjadi bersifat Principle–Based. Compliance terhadap IFRS menyebabkan laporan keuangan perusahaan Indonesia akan dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan perusahaan dari negara lain, sehingga akan sangat jelas kinerja perusahaan mana yang lebih baik dan dapat meningkatkan kualitas SAK. Selain itu, program konvergensi juga bermanfaat untuk mengurangi biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, meningkatkan investasi global, dan mengurangi beban penyusunan laporan keuangan, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan Laporan Keuangan, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan, dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. Di sisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS. Radebaugh (1975:41) mengemukakan bahwa banyak sekali faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengembangan tujuan, standar, dan praktik akuntansi. Karakteristik dan tingkatan yang berbeda antar negara merupakan hambatan mendasar yang dihadapi dalam proses harmonisasi Standar Akuntansi Keuangan. Hambatan lain yang muncul adalah adanya perbedaan kebutuhan dan keinginan antara negara maju dengan yang belum maju dan antara negara yang tingkat pertumbuhan ekonominya sangat tinggi dan negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah bahkan sangat rendah. Apa yang tepat diterapkan di Amerika Serikat, belum tentu cocok diterapkan di negara lain dengan karakteristik lingkungan dan perkembangan ekonomi yang berbeda. Demikian pula apa yang dirancang oleh G4+1 belum tentu cocok diterapkan untuk seluruh anggota IASC. Yang harus dilakukan oleh IASC sebagai badan penyusun Standar Akuntansi Internasional adalah membuat para anggota merasa butuh menerapkan IFRS. Dampak dari harmonisasi SAK salah satunya adalah globalisasi profesi akuntansi. Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, profesi akuntan dituntut untuk lebih berkembang yang mendorong profesi akuntan untuk semakin mengembangkan wawasan, keterampilan, pendidikan, dan etika menjadi tanggung jawab penuh dari profesi akuntan.Masalah muncul setiap ada standar baru yang diterbitkan untuk menyempurnakan keberadaan standar tersebut.
Peran akuntansi akan semakin sentral sebagai pengelolah informasi. Bahkan banyak yang belum memahami transformasi di pasar keuangan.Profesi ini tampaknya semakin bergerak sehingga setiap data semakin berati di dalampengambilan keputusan.Dengan adanya harmonisasi Standar Akuntansi Keuangan maka profesi akuntansi lulusanIndonesia berkesempatan untuk bekerja di mana saja di dunia, karena program pendidikan akuntansi yang merekatempuh adalah program yang sesuai dengan standar internasional (Hadibroto, 2007).

Kesimpulan
Standar akuntansi tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan dan kondisi hukum, sosial dan ekonomi suatu negara.Dan adanya era globalisasi dan semakin aktifnya pasar modal di Indonesia menyebabkan Prinsip Akuntansi Indonesia yang berlaku umum tidak dapat lagi menampung dan menjawab permasalahan yang timbul dalam praktik.Ikatan Akuntan Indonesia memutuskan untuk mengadopsi penuh International Accounting Standards sebagai dasar acuan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Globalisasi yang tampak antara lain dari kegiatan perdagangan antar negara dan munculnya perusahaan–perusahaan multinasional. Salah satu usaha harmonisasi standar akuntansi, yaitu dengan membuat perbedaaan–perbedaan antar standar akuntansi di berbagai negara menjadi semakin kecil, sehingga standar akuntansi antar negara tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Standar Akuntansi Keuangan yang lengkap dan komprehensif merupakan dambaan semua pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan. Oleh karena itu, standar akuntansi keuangan ini dari waktu ke waktu akan terus dilengkapi dan disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan praktik bisnis dan profesi akntansi

Sumber :
http://journal.wima.ac.id/index.php/JIMA/article/download/257/252